Rabu, 28 Oktober 2015

Refleksi Sumpah Pemuda (28/10/1928 - 28/10/2015)

Sumpah Pemuda dapat dikatakan sebagai tonggak sejarah yang penting bagi bangsa Indonesia. Sumpah ini merupakan suatu pengakuan Pemuda-pemudi Indonesia dalam mengikrarkan satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa. Sumpah Pemuda dibacakan pada tanggal 28 Oktober 1928 yang merupakan hasil kerapatan Pemuda-Pemudi Indonesia atau Kongres Pemuda II yang hingga kini diperingati tiap tahunnya. Dengan demikian pada tanggal 28 Oktober 1928 dapat dikatakan sebagai bukti otentik kelahiran bangsa Indonesia, yang merupakan buah dari perjuangan rakyat yang selama ratusan tahun tertindas dari kolonialisme. Kondisi ketertindasan inilah yang mendorong Pemuda-Pemudi Indonesia untuk bangkit dari keterpurukan dan mengangkat harkat dan martabat hidup bangsa Indonesia. Tekad inilah yang menjadi komitmen bangsa Indonesia dalam meraih kemerdekaanya, yang terwujud 17 tahun kemudian pada tanggal 17 Agustus 1945.


SEJARAH SINGKAT SUMPAH PEMUDA

Kongres Pemuda II dilaksanakan tiga sesi di tiga tempat berbeda oleh organisasi Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia (PPPI) yang beranggotakan pelajar dari seluruh wilayah Indonesia. Kongres tersebut dihadiri oleh berbagai wakil organisasi kepemudaan yaitu Jong Java, Jong Batak, Jong, Celebes, Jong Sumatranen Bond, Jong Islamieten Bond, Jong Ambon, dsb serta pengamat dari pemuda tiong hoa seperti Kwee Thiam Hong, John Lauw Tjoan Hok, Oey Kay Siang dan Tjoi Djien Kwie. 

Gagasan penyelenggaraan Kongres Pemuda Kedua berasal dari Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia (PPPI), sebuah organisasi pemuda yang beranggota pelajar dari seluruh Indonesia. Atas inisiatif PPPI, kongres dilaksanakan di tiga gedung yang berbeda dan dibagi dalam tiga kali rapat.

Rapat pertama, Sabtu, 27 Oktober 1928, di Gedung Katholieke Jongenlingen Bond (KJB), Waterlooplein (sekarang Lapangan Banteng). Dalam sambutannya, ketua PPPI Sugondo Djojopuspito berharap kongres ini dapat memperkuat semangat persatuan dalam sanubari para pemuda. Acara dilanjutkan dengan uraian Moehammad Yamin tentang arti dan hubungan persatuan dengan pemuda. Menurutnya, ada lima faktor yang bisa memperkuat persatuan Indonesia yaitu sejarah, bahasa, hukum adat, pendidikan, dan kemauan

Rapat kedua, Minggu, 28 Oktober 1928, di Gedung Oost-Java Bioscoop, membahas masalah pendidikan. Kedua pembicara, Poernomowoelan dan Sarmidi Mangoensarkoro, berpendapat bahwa anak harus mendapat pendidikan kebangsaan, harus pula ada keseimbangan antara pendidikan di sekolah dan di rumah. Anak juga harus dididik secara demokratis.

Pada rapat penutup, di gedung Indonesische Clubgebouw di Jalan Kramat Raya 106, Sunario menjelaskan pentingnya nasionalisme dan demokrasi selain gerakan kepanduan. Sedangkan Ramelan mengemukakan, gerakan kepanduan tidak bisa dipisahkan dari pergerakan nasional. Gerakan kepanduan sejak dini mendidik anak-anak disiplin dan mandiri, hal-hal yang dibutuhkan dalam perjuangan.

Adapun panitia Kongres Pemuda terdiri dari :

Ketua             : Soegondo Djojopoespito (PPPI)
Wakil Ketua    : R.M. Djoko Marsaid (Jong Java)
Sekretaris       : Mohammad Jamin (Jong Sumateranen Bond)
Bendahara      : Amir Sjarifuddin (Jong Bataks Bond)
Pembantu I     : Djohan Mohammad Tjai (Jong Islamieten Bond)
Pembantu II    : R. Katja Soengkana (Pemoeda Indonesia)
Pembantu III   : Senduk (Jong Celebes)
Pembantu IV   : Johanes Leimena (yong Ambon)
Pembantu V    : Rochjani Soe'oed (Pemoeda Kaoem Betawi)


Rumusan Sumpah Pemuda ditulis Moehammad Yamin pada sebuah kertas ketika Mr. Sunario, sebagai utusan kepanduan tengah berpidato pada sesi terakhir kongres. Sumpah tersebut awalnya dibacakan oleh Soegondo dan kemudian dijelaskan panjang-lebar oleh Yamin

Dalam peristiwa sumpah pemuda yang bersejarah tersebut diperdengarkan lagu kebangsaan Indonesia untuk yang pertama kali yang diciptakan oleh W.R. Soepratman. Lagu Indonesia Raya dipublikasikan pertama kali pada tahun 1928 pada media cetak surat kabar Sin Po dengan mencantumkan teks yang menegaskan bahwa lagu itu adalah lagu kebangsaan. Lagu itu sempat dilarang oleh pemerintah kolonial hindia belanda, namun para pemuda tetap terus menyanyikannya.

GENERASI MUDA SEKARANG

Sekarang ini kaum muda di Indonesia telah mengalami krisis kebangsaan. Jangankan menghayati isi Sumpah Pemuda, untuk sadar sebagai makhluk sosialpun sudah memudar. Pemuda-pemudi sekarang lebih cenderung hidup individu, jikalau berkelompok mereka lebih berkelompok dengan golongannya. Perkembangan teknologi jika tidak dimanfaatkan secara positif, juga dapat berpengaruh akan kesadaran dan tanggung jawab para Pemuda dalam menjaga keutuhan bangsa ini. Tindakan-tindakan kriminalitas sekarang ini sebagian besar dilakukan oleh kalangan muda, mulai dari tawuran, pencurian, pelecehan seksual, hingga pembunuhan.

Pemuda Indonesia sekarang harus mulai tergugah dengan kondisi bangsa ini yang kian hari semakin jauh dari cita-cita luhur bangsa. Kaum Muda sebagai generasi penerus harus mampu semenjak dini berkontribusi aktif dalam pembangunan bangsa. Dimulai dari diri sendiri, sadar akan realita jaman dan terlibat aktif dalam membangun bangsa ini, sehingga dapat membentuk karakter bangsa yang baru serta diisi oleh generasi muda yang kreatif, inovatif dan produktif. Diharapkan bangsa ini akan semakin maju dan bangkit dari keterpurukan.

MOEDA, UNTUK GEREJA DAN TANAH AIR

Kaum muda Katolik sebagai garda depan dalam perjuangan nilai-nilai ke-Katolikan di bumu pertiwi ini, sudah selayaknya dan seharusnya turut berperan aktif dalam membangaun bangsa Indonesia. Seperti yang telah diamanahkan oleh Pahlawan bangsa dan gereja Mgr. Soegijapranata SJ, bahwa sebagai orang Katolik yang baik maka kita juga harus menjadi patriotik yang baik pula, 100% Katolik dan 100% Tanah Air. Demikian pula kita sebagai Pemuda-pemudi Katolik harus mendaraskan iman, jiwa dan raga kita kepada Gereja dan Tanah Air.

Gereja bukan sekedar simbol tempat ibadah ataupun kelembagaan agama, namun gereja juga sebagai candradimuka untuk menempa ilmu dan mempersiapkan Kaum Muda Katolik untuk meneruskan perjuangan pendahulu gereja. Begitu pula dengan keterlibatan Kaum Muda Katolik dalam perjuangan mempertahankan keutuhan Tanah Air Indonesia, dengan berkontribusi aktif di tengah-tengah masyarakat luas serta mengimplementasikan ajaran-ajaran sosial gereja. Sehingga kedepan, generasi muda Katolik telah siap dan matang menjadi agent of change dan agent of social control.

Hidup Pemuda!!!
Pro Ecclesia et Patria!!!